Gambar Oleh Acta Diurna
Menang
Karya:
Pricille Anggelica Swadesi
MENANG! Kita
menang dan kita bisa saat kita percaya dan berusaha.
***
Seperti pagi biasanya, Arina
terbangun oleh suara gaduh yang hampir setiap jam menghantuinya. Anak tunggal
itu hanya bisa menatap sekitar kamar tanpa sekalipun beranjak dari kasur
usangnya.
“Kau itu wanita
tua, sudah tua malah mencuri tanah. Kau harus tau diri, Nek”
Ariana yang emosi
keluar dari kamar dan menemukan neneknya sudah menangis di depan rumah yang
disusul kerumunan tetangga dan seorang wanita yang 30 tahun lebih tua dari
umurnya sedang mencaci maki neneknya.
“Apa lagi? Kami
tidak pernah mencuri batas wilayah tanahmu, kami punya sertifikat rumah dan
tanah ini apa lagi yang salah? Tanya Arina penuh emosi sambal menenangkan
neneknya.
“Tau apa kau anak
kecil, kau baru tamat SMA dan tidak kuliah karena miskin dan bodoh. Tau apa kau
soal tanah ini hah?” jawab tetangganya yang tidak ingin kalah.
“Ada apa
ribut-ribut ini? Bubar semuanya, BUBAR!” usir pak RT yang datang tiba-tiba
entah darimana.
Semua orangpun
bubar menyisakan Arina dan neneknya serta pak RT yang sudah lelah dengan semua
kebisingan. Pak RT hanya melihat tanpa iba sekalipun pada 2 orang itu lalu
pergi begitu saja. Dimana uang berada disitu keadilan sia-sia.
***
“Nek. Makan dulu ya?” ajak Arina
yang menyiapkan 1 ekor ikan goreng kecil dan nasi untuk neneknya dan dirinya.
“Ndok, nenek minta
maaf ya”
“Loh kenapa, Nek?
Nenek gak salah kok sama Ina”
“Nenek gak bisa
buat hidup kamu lebih enak ,Ndok, nenek gak bisa biayain kamu kuliah, Nenek ga
bisa beliin Ndok barang dan makanan, Nenek-“
“Shutt, Nenek gak
usah ngomong gitu ya, Nenek udah kasi yang terbaik untuk Ina kok,” Jawab Arina
senyum padahal Ia berusaha menahan isak tangisnya, Mereka pun makan dengan
tenang tanpa suara sedikitpun.
Arina
merasa hidupnya tidak pernah adil. Ia tidak pernah diinginkan bahkan oleh
orangtuanya. Arina kecil tinggal bersama orangtuanya. Orangtuanya adalah anak
remaja yang hidup dalam pergaulan bebas dan ibu Arina hamil sebelum menikah.
Pernikahan dini itu yang secara tidak langsung membuat mental orangtuanya belum
siap apalagi untuk mengurus anak seperti Arina. Orangtua Arina bercerai saat
usia Arina masih 12 tahun dan mereka tidak memperdulikan Arina akibat dari
perceraian itu. Arina yang masih berusia 12 tahun itu berjalan tidak tahu arah
tujuan dan bertemu dengan seorang pemulung tua yang melihat Ia menangis,
pemulung itu Nek Tia, neneknya Arina sekarang, Beliau yang kasihan akhirnya
membawa gadis itu pulang ke rumahnya dan mereka tinggal ber2 sampai sekarang.
Arina harus bekerja diumurnya yang masih tergolong mudah agar bisa melanjutkan
pendidikannya hingga sekarang Ia bisa tamat SMA.
Namun
hidup Arina tidak sepenuhnya aman, Nek Tia mempunyai masalah dengan tetangganya
karena masalah kepemilikkan tanah. Menurut Nek Tia, Ia mempunyai sertifikat
tanah dan rumah yang lengkap peninggalan suaminya dulu namun tetangganya yang
serakah sering menyogok Pak RT tersebut agar tanah Hak Milik Nek Tia menjadi
miliknya pribadi. Nek Tia yang hamper kalah diselamatkan oleh kehadiran Arina.
Arina yang masih berusia 17 tahun itu sudah sangat paham masalah kepemilikkan
tanah itu. Arina tidak tinggal diam melihat orang yang menolongnya dulu
sekarang harus menangis karena ketidakpahamannya. Arina juga berjanji akan bekerja
dengan giat agar dia bisa berkuliah dan menjadi Sarjana Hukum agar bisa
membantu neneknya dan membalas semua budi Nenek Tia padanya.
***
“Nekkk!!!”
Suara bising Arina
membangunkan neneknya pagi itu.
“Nek, Arina dapat
beasiswa buat kuliah, Nek” ucap Arina senang.
“Akhirnya Ndok,
kamu yang rajin Ndok kuliahnya ya,” ucap Nek Tia sambal memeluk cucunya itu.
Arina membalas pelukkan neneknya sambal menangis Bahagia.
Arina tak
menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia belajar dan bekerja dengan giat dan Ia
memilih program studi Hukum agar bisa membela keadilan dan juga neneknya. Usaha
memang tidak pernah mengkhianati hasil. Semua usahanya berbuah manis pada
waktunya. Arina bisa menyelesaikan program studinya dan mendapat predikat
sangat memuaskan dalam waktu singkat.
Arina yang sudah lulus itupun dengan
mudah mendapatkan pekerjaan disuatu
perusahaan baru di kotanya. Hasil yang didapatkannya pun lebih dari cukup untuk
kebutuhannya dan neneknya sehari-hari. Namun masalah lama seakan tidak pernah
takut untuk menghampirinya. Tetangga tamaknya mulai menuntutnya dan neneknya
hingga kepengadilan.
“Heh bocah, jangan
mentang-mentang kau sudah sarjana sekarang, kau lupa untuk membayar tanah
curian nenekmu!”
“Apa buktinya?
Anda lupa kami punya serifikat tanah? Sertifikat tanda milik ini? Apa bukti
Anda kalo nenek saya mencuri? Kemana Anda 3 tahun ini saat saya menyelesaikan
kuliah saya? Anda takut? Dan saat saya sudah bekerja, Anda datang menuntut kami
dan menyuruh kami membayar yang tak pernah kami curi? Anda bisa saya tuntut
balik!” Serang Arina yang membuat bungkam tetangganya yang lain.
“Gak usah sok
hebat kamu ya, bayar saja 20 juta atau kamu saya bawa ke pengadilan!”
“Silahkan saja,
tapi saya tidak akan pernah membayar sepeserpun yang bukan punya Anda. Saya
tunggu di pengadilan,” Ucap Arina dengan tegas lalu meninggalkan tempat itu dengan
tenang.
***
Suasana di ruangan sidang itu
lumayan mencengkam. Arina duduk disebelah Nek Tia sambal tak henti Ia mengelus
tangan sang Nenek agar tenang.
“Ndok,”
“Gapapa Nek, kali
ini kita akan menang kok, percaya ya sama Arina,” Sang Nenek hanya bisa
mengangguk percaya pada cucu satu-satunya itu.
Sidang itu
berlangsung sekitar beberapa jam sebelum hasilnya.
“Dari semua bukti
fisik yang diberikan dan pembelaan oleh terdakwa diputuskan bahwa Nenek Tia dan
Arina tidak bersalah terhadap kasus
kepemilikkan batas wilayah,” Hakim mengetuk palu itu 3 kali untuk
menutup proses persidangan itu.
Nenek Tia memeluk
cucunya itu dan dibalas hangat oleh Arina karena kemenangan persidangan itu.
Namun tidak tetangganya yang tidak terima oleh keputusan hakim.
“Loh gak saya gak
terima!”
“Maaf keputusan
Hakim tidak bisa diganggu gugat” Persidangan itu selesai dan orang-orang mulai
meninggalkan ruang siding tersebut.
“Nek, kita menang
Nek” ucap Arina yang tak tahan menahan air matanya.
“Makasih ya Ndok,
nenek makasih sekali sama kamu, Ndok” Ucap Nek Tia yang menangis di pelukkan
Arina.
“Arina juga
makasih Nek, karena Nenek juga Arina bisa sampai sini, dan sekarang Arina bisa
sukses juga berkat doa nenek, makasih Nek untuk semuanya,”
Menang! Kita menang dan bisa saat
kita percaya dan berusaha. Dari Arina kita belajar artinya perjuangan, artinya
sebuah usaha dan doa orang sekitar. Menjadi anak brokenhome dan tinggal di
wilayah yang sangat jauh dari kata damai tidak membuat Ia jatuh dan terpuruk
melainkan semakin berjuang dan belajar, menghargai setiap proses kehidupan dan
selalu percaya dibalik perjuangan ada kemenangan. Dan kini, Ia mendapatkannya,
Ia menang.
Komentar
Posting Komentar