Foto udara Penajam Paser Utara di Provinsi Kalimantan Timur
Pemerintah
berencana memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Nusantara yang terletak
di Kabupaten Penajam Paser Utara di Provinsi Kalimantan Timur secara bertahap
mulai 2024. Hal ini pun dinilai oleh dosen Fakultas Hukum Untan pada bagian HTN,
Turiman, S.H., M.Hum. sebagai suatu keputusan yang memerlukan
banyak pertimbangan, karena menimbang banyaknya persoalan-persoalan yang akan
dihadapi, terutama persoalan tentang lahan.
“Pertama,
saya menggunakan 1 pendekatan kategorisasi, apabila ibukota pindah harus
ditempuh dengan jalur-jalur konstitusional. Diperlukan suatu Rancangan
Undang-undang Tentang Pemindahan Ibukota Negara, yang di dalam Rancangan
Undang-undang itu ada tim akademis yang melihat dari berbagai aspek, salah
satunya adalah meminta aspirasi. Sebenarnya banyak persoalan-persoalan teknis
yang belum terselesaikan, persoalan sebagai indikator pertama adalah lahan.
Lahan yang akan dijadikan sebagai IKN masih menjadi persoalan karena kesultanan
Kutai masih memiliki sebagian hektar tanah tersebut. berkaitan dengan
pemindahan ibukota ke Kaltim, seharusnya pemerintah pusat harus paham bahwa
tanah yang berada di seluruh Kalbar, Kaltim, Kalsel, Kalteng sejarahnya menjadi
satu Kalimantan dengan ibukotanya Banjarmasin,” kata Turiman SH, M.Hum yang
merupakan salah satu Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura,
pada Sabtu (29/1/2022).
Dari berbagai aspek Hukum
seperti apa yang akan berlaku untuk pemindahan
status IKN, ini sama halnya dengan kita melakukan pemekaran
provinsi/kabupaten ada indikator-indikator tertentu yang menjadi pertimbangan.
“Dari berbagai aspek,
sama halnya dengan kita melakukan pemekaran provinsi, pemekaran kabupaten itu
ada indikatornya, dan indikator yang berkaitan dengan ibukota negara yang
pertama adalah keamanan, di mana dari sisi pertahanan harus dibangun pelabuhan
dan dari sisi keamanan dibangun pos pengamanan, kemudian tata ruang, jumlah
penduduk, sosial ekonomi, sosial budaya. Jadi terdapat beberapa indikator untuk
pemindahan, dan indikator inilah yang harus dibaca cermat di naskah akademik
undang-undang tersebut. persoalannya sekarang adalah publik tidak dapat naskah
undang-undang ini, jangankan rancangan undang-undang, naskah undang-undangnya
juga tidak ter-publish. Itu menandakan kordinasinya kurang dari segi
manajemen pemerintah,” tambah Turiman, SH, M.Hum.
Dalam hal ini Turiman, SH, M.Hum
juga mengatakan bahwa suatu amandemen
dalam sistem HTN di Indonesia dari proses pemindahan status ini tidak
diperlukan.
“Karena mengenai
pemindahan ibukota itu diatur dalam undang-undang bukan undang-undang dasar,
jadi yang menjadi fokus kita itu adalah undang-undang IKN-nya. Jadi tidak perlu
adanya suatu amandemen,” tutup Turiman SH.M.Hum.
Reporter: Epa Pariyanti
Penulis: Andi Rahmawati
Editor: Selvia
Komentar
Posting Komentar