Polemik Penetapan Pelaku PemerkosaanBalita hingga Sifilis, Keluarga AG Tuntut Peninjauan Penangkapan
Jumat, 1 Agustus 2025 – Polisi telah menangkap AG, terduga pelaku pemerkosaan balita 4 tahun hingga sifilis. Namun terdapat kejanggalan dimana yang tertangkap bukan terduga pelaku pada awalnya yakni C, sepupu ibu korban, layaknya yang dikatakan ayah korban dan korban sebelumnya.
Keluarga AG menegaskan bahwa AG sama sekali tidak terlibat dalam kasus ini. Mereka mengatakan penangkapan yang dilakukan secara tiba-tiba tersebut janggal dan tidak sesuai dengan prosedur hukum. Kejanggalan makin terasa setelah terungkap bahwa nenek korban baru mengakui keberadaan C setelah didesak keluarga AG.
Kasus ini berawal pada 22 Juni 2024 ketika nenek korban, SA, membuat pengaduan ke Polresta Pontianak terkait dugaan pencabulan anak di bawah umur. Laporan tersebut tercatat pada 18 September 2024 dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/346/IX/2024/SPKT/Polresta Pontianak/Polda Kalbar.
Didampingi Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), korban membuat pengaduan ke kepolisian. Dalam pemeriksaan awal selama sekitar dua jam, korban secara konsisten menyebut “C” sebagai pelaku. Namun, sang nenek menyebut nama AS (anak AG) karena korban sempat menginap di rumah AG, dan nama AS dianggap mirip dengan nama “C” yang disebut korban. Hal inilah yang membuat penyidik condong pada AG.
Pada 22 Juni 2024, korban bersama neneknya dibarengi beberapa polisi mendatangi rumah AG untuk mencari AS. Namun, AS tidak ada di kediaman karena sedang bekerja di Kalimantan Tengah dari lama, korban pun bersikeras bahwa pelaku pemerkosaan adalah C meski telah ditunjukkan foto AS kepada korban oleh pihak kepolisian.
Malam harinya, keluarga AG menghubungi DK, selaku ibu korban yang bekerja di Malaysia. DK menjawab C merupakan sepupunya yang tinggal bertetangga dengan korban. Keesokan harinya, 23 Juni 2024, keluarga AG beserta ayah korban mendatangi rumah nenek korban. Sedari awal, nenek korban kembali menyangkal mengenal C, namun setelah dikatakan bahwa DK sendiri menyebut nama C, barulah nenek korban mengakui keberadaannya. Keluarga AG lalu mendatangi rumah C. Korban menolak masuk ke dalam, berdiri di depan pintu, dan menunjuk C sebagai pelaku. Momen tersebut terekam dalam video yang kemudian beredar luas di media sosial.
Meski laporan telah masuk sejak pertengahan 2024, kasus ini berjalan lambat. DK kemudian membuat surat terbuka kepada Presiden RI Prabowo Subianto karena kecewa dengan penanganan kepolisian. Surat tersebut akhirnya viral di media sosial. Kasus kemudian diserahkan ke Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Kalbar. Tak lama setelah diambil alih, pada 1 Agustus 2025, anggota Ditreskrimum Polda Kalbar menangkap AG di Terminal Batu Layang, Pontianak Utara.
Ayah korban, AO, menilai penangkapan AG (abang tirinya) penuh kejanggalan. Ia meyakini AG tidak bersalah dan meminta agar segera dibebaskan. “Anak saya berkali-kali menyebut C sebagai pelaku, bahkan menunjuk wajahnya. Dia juga tahu rumah C karena nenek sering mencuci di sana. Pernah dibelikan es krim dan dicium oleh C,” ujar AO, Senin (4/8/2025).
Penangkapan ini menimbulkan tanda tanya besar dari pihak keluarga, yang menegaskan AG bukan pelaku dan memang tidak ada terlibat pada awalnya. Mereka mengatakan, sejak awal korban sudah menyebut nama pelaku yang berbeda, namun arah penyidikan justru berujung pada penangkapan AG. Pihak keluarga berharap kepolisian melakukan peninjauan kembali terhadap proses hukum yang berjalan, agar kasus ini dapat terungkap secara terang benderang dan pelaku yang sebenarnya dapat diadili.
Komentar
Posting Komentar